PlanetColi- aku bekerja sebagai seorang sopir untuk pengusaha WNI kaya di Surabaya. Namaku Herman, umurku 25 tahun, dan berasal dari Malang. Aku sudah bekerja selama 3 tahun pada juraganku ini, dan aku sedang menabung untuk melanjutkan kuliahku yang terpaksa berhenti karena kurang biaya.
Wajahku sih kata orang ganteng, ditambah
dengan tubuh atletis dan kekar berkat latihan beban yang sangat aku
gemari. Banyak teman SMA-ku yang dulu bilang, seandainya aku anak orang
kaya, pasti sudah jadi play boy kelas berat. Memang ada beberapa teman
cewekku yang dulu naksir padaku, tetapi tidak aku tanggapi. Mereka bukan
tipeku. Entah mengapa, aku paling suka dengan wanita keturunan. Paling
tidak tahan aku kalau melihat kulit mereka yang putih mulus, ingin
rasanya merasakan kelembutannya.
Mungkin memang sudah normal bila
seseorang tertarik dengan ras yang lain. Juraganku punya seorang anak
tunggal, gadis berumur 17 tahun, kelas 2 SMA favorit di Surabaya.
Namanya Inge. Tiap hari aku mengantarnya ke sekolah. Aku kadang hampir
tidak tahan melihat tubuh Inge yang seksi sekali.
Tingginya kira-kira 170 cm, dan
payudaranya besar dan kelihatannya kencang sekali. Ukurannya kira-kira
36C. Ditambah dengan penampilannya dengan rok mini dan baju seragamnya
yang tipis, membuatku ingin sekali menyetubuhinya.
Setiap kali mengantarnya ke sekolah, ia
duduk di bangku depan di sampingku, dan kadang-kadang aku melirik
melihat pahanya yang putih mulus dengan bulu-bulu halus atau pada
belahan payudaranya yang terlihat dari balik seragam tipisnya itu.
Tapi aku selalu ingat, bahwa dia adalah
anak juraganku. Bila aku macam-macam bisa dipecatnya aku nanti, dan
angan-anganku untuk melanjutkan kuliah bisa berantakan. Siang itu
seperti biasa aku jemput dia di sekolahnya. Mobil BMW biru metalik aku
parkir di dekat kantin, dan seperti biasa aku menunggu Non-ku di gerbang
sekolahnya.
Tak lama dia muncul bersama teman-temannya.
“Siang, Non.., mari saya bawakan tasnya”.
“Eh, Pak, udah lama nunggu?”, katanya sambil mengulurkan tasnya padaku.
“Barusan kok Non..”, jawabku.
“Nge, ini toh supirmu yang kamu bicarain itu. Lumayan ganteng juga sih, ha, ha..”, salah satu temannya berkomentar. Aku jadi rikuh dibuatnya.
“Hus..”, sahut Non-ku sambil tersenyum. “Jadi malu dia nanti..”.
“Eh, Pak, udah lama nunggu?”, katanya sambil mengulurkan tasnya padaku.
“Barusan kok Non..”, jawabku.
“Nge, ini toh supirmu yang kamu bicarain itu. Lumayan ganteng juga sih, ha, ha..”, salah satu temannya berkomentar. Aku jadi rikuh dibuatnya.
“Hus..”, sahut Non-ku sambil tersenyum. “Jadi malu dia nanti..”.
Segera aku bukakan pintu mobil bagi Non-ku, dan temannya ternyata juga ikut dan duduk di kursi belakang.
“Kenalin nih Pak, temanku”, Non-ku berkata sambil tersenyum. Aku segera mengulurkan tangan dan berkenalan.

“Mei-Ling”, balasnya sambil menatap dadaku yang bidang dan berbulu.
“Pak, antar kita dulu ke rumah Mei-Ling di Darmo Permai”, instruksi Non Inge sambil menyilangkan kakinya sehingga rok mininya tersingkap ke atas memperlihatkan pahanya yang putih mulus.
“Baik Non”, jawabku. Tak terasa penisku sudah mengeras menyaksikan pemandangan itu. Ingin rasanya aku menjilati paha itu, dan kemudian mengulum payudaranya yang padat berisi, kemudian menyetubuhinya sampai dia meronta-ronta, ahh.
Tak lama kitapun sampai di rumah
Mei-Ling yang sepi. Rupanya orang tuanya sedangke luar kota, dan
merekapun segera masuk ke dalam. Tak lama Non Inge ke luar dan
menyuruhku ikut masuk.
“Saya di luar saja Non”.
“Masuk saja Pak, sambil minum dulu, baru kita pulang”.
Akupun mengikuti perintah Non-ku dan masuk ke dalam rumah. Ternyata mereka berdua sedang menonton VCD di ruang keluarga.
“Duduk di sini aja Pak”, kata Mei-Ling menunjuk tempat duduk di sofa di sebelahnya.
“Ayo jangan ragu-ragu..”, perintah Non Inge melihat aku agak ragu.
“Mulai disetel aja Mei”, Non Inge kemudian mengambil tempat duduk di sebelahku.
Tak lama kemudian, film pun dimulai,
Woww, ternyata film porno. Di layar tampak seorang pria negro sedang
menyetubuhi dua perempuan bule secara bergantian. Napas Non Inge di
sampingku terdengar memberat, kemudian tangannya meremas tanganku.
Akupun sudah tidak tahan lagi dengan segala macam cobaan ini. Aku
meremas tangannya dan kemudian membelai pahanya. Tak berapa lama
kemudian kamipun berciuman. Aku tarik rambutnya, dan kemudian dengan
gemas aku cium bibirnya yang mungil itu.
“Hmm Eh”, Suara itu yang terdengar dari mulutnya, dan tangankupun tak mau diam beralih meremas-remas payudaranya.
Kubuka kancing seragamnya satu persatu
sehingga tampak bongkahan daging kenyal yang putih mulus punya Non-ku
itu. Aku singkap BH-nya ke bawah sehingga tampaklah putingnya yang merah
muda dan kelihatan sudah menegang.
“Ayo, hisap Pak.., ahh”. Tak perlu
dikomando lagi, langsung aku jilat putingnya, sambil tanganku
meremas-remas payudaranya yang sebelah kiri. Aku tidak memperhatikan apa
yang dilakukan temannya di sebelah, karena aku sedang berkonsentrasi
untuk memuaskan nafsu birahi Non Inge.
Setelah puas menikmati payudaranya,
akupun berpindah posisi sehingga aku jongkok tepat di depan
selangkangannya. Langsung aku singkap rok seragam SMA-nya, dan aku jilat
CD-nya yang berwarna pink. Tampak bulu vaginanya yang masih jarang
menerawang di balik CD-nya itu.
“Ayo, jilatin memekku Pak”, Non Inge
mendesah sambil mendorong kepalaku. Langsung aku sibak CD-nya yang
berenda itu, dan kujilati kemaluannya.
“Ohh, nikmat sekali”, erangan demi erangan terdengardari mulut Non-ku yang sedang aku kerjai. Benar-benar beruntung aku bisa menjilati kemaluan seorang gadis kecil anak konglomerat. Tanganku tak henti mengelus, meremas payudaranya yang besar dan kenyal itu.
“Aduh, cepetan dong, yang keras, aku mau
keluar.., ehhmm ohh..”. Tangan Non Inge meremas rambutku sambil
badannya menegang. Bersamaan dengan itu keluarlah cairan dari lubang
vaginanya yang langsung aku jilat habis. Akupun berdiri dan membuka
ritsluiting celanaku. Tapi sebelum sempat aku buka celanaku, Non Inge
telah ambil alih.
“Biar saya yang buka Pak”, katanya.
Tangannya yang mungil melepas kancing
celana jeansku, dan membantuku membukanya. Kemudian tangannya
meremas-remas penisku dari luar CD-ku. Dijilatinya CD-ku sambil
tangannya meremas-remas pantatku. Akupun sudah tak tahan lagi, langsung
aku buka CD-ku sehingga penisku yang berukuran 20 cm dan sudah tegak,
bergelantung ke luar.
“Ih, besar sekali”, desis Non Inge, sambil tangannya mengelus-elus penisku.
Tak lama kemudian dijilatinya buah
pelirku terus menyusuri batang kemaluanku. Dijilatinya pula kepala
penisku sebelum dimasukkannya ke dalam mulutnya. Aku remas rambutnya
yang berbando itu, dan aku gerakkan pantatku maju mundur, sehingga aku
seperti menyetubuhi mulut anak juraganku ini. Rasanya luar biasa,
bayangkan, penisku yang berukuran 20 cm itu dan berwarna hitam legam
sedang dikulum oleh mulut seorang gadis manis. Pipinya yang putih tampak
menggelembung terkena batang kemaluanku.
“Punyamu besar sekali Pak, saya suka.., ehmm..”, katanya sambil kemudian kembali mengulum kemaluanku.
Setelah kurang lebih 10 menit Non Inge
menikmati penisku, dia suruh aku duduk di sofa. Kemudian dia
menghampiriku sambil membuka seluruh pakaiannya sehingga dia tampak
telanjang bulat. Dinaikinya pahaku, dan diarahkannya penisku ke liang
vaginanya.
“Ayo.., setubuhi saya..”, katanya
memberi instruksi, aku tahu dia ingin merasakan nikmatnya penisku yang
besar itu. Diturunkannya pantatnya, dan peniskupun masuk perlahan ke
dalam liang vaginanya.
Kemaluannya masih sempit sekali sehingga
masih agak sulit bagi penisku untuk menembusnya. Tapi tak lama masuk
juga separuh dari penisku ke dalam lubang kemaluan anak juraganku ini.
“Ahh, yeah, sekarang masukin deh penis
bapak yang besar itu di memekku”, katanya sambil naik turun di atas
pahaku. Tangannya meremas dadanya sendiri, dan kemudian disodorkannya
putingnya untukku.

“Yah, begitu dong Pak”, Tak perlu aku
tunggu lebih lama lagi langsung aku lahap payudaranya yang montok itu.
Sementara itu Non Inge masih terus naik turun sambil kadang-kadang
memutar-mutar pantatnya, menikmati penis besar sopirnya ini.
“Sekarang setubuhi saya dalam posisi nungging..”, instruksinya. Diapun turun dan menungging menghadap ke sofa.
“Ayo Pak.., setubuhi saya dari
belakang”, Non Inge menjelaskan maksudnya padaku. Akupun segera berdiri
di belakangnya, dan mengelus-elus pantatnya yang padat.
Kemudian kuarahkan penisku ke lubang
vaginanya, tetapi agak sulit masuknya. Tiba-tiba tak kusangka ada tangan
lembut yang mengelus penisku dan membantu memasukkannya ke liang vagina
Non Inge. Aku lihat ke samping, ternyata Mei Ling, yang membantuku
menyetubuhi temannya. Dia tersenyum sambil mengelus-elus pantat dan
pahaku.
Aku langsung menyetubuhi Non Inge dari belakang. Kugerakkan pantatku maju mundur, sambil memegang pinggul Nonku.
“Ahh, Pak, Pak, Terus.., nikmat sekali”,
Non Inge mengerang nikmat. Tubuhnya tampak berayun-ayun, dan segera
kuremas dari belakang. Kupilin-pilin puting susunya, dan erangan Non
Inge makin hebat.
Mei Ling sekarang telah berdiri di
sampingku dan tangannya sibuk menelusuri tubuhku. Ditariknya rambutku
dan diciumnya bibirku dengan penuh nafsu. Lidahnya menerobos masuk ke
dalam mulutku. Sambil berciuman dibukanya kancing baju seragamnya
sehingga tampak buah dadanya yang tidak terlalu besar, tetapi tampak
padat
“Ohh.., terus dong pak yang cepat”, Non Inge mengerang makin hebat. Tak berapa lama terasa cairan hangat membasahi penisku.
“Non, saya juga hampir keluar..”, kataku.
“Tahan sebentar Pak.., keluarin dimulutku”, kata Non Inge.
Non Inge dan Mei Ling berlutut di
depanku, dan Mei-Ling yang sejak tadi tampak tak tahan melihat kami
bersetubuh di depannya, langsung mengulum penisku di mulutnya. Sementara
itu Non Inge menjilat-jilat buah pelirku. Mereka berdua bergantian
mengulum dan menjilat penisku dengan penuh nafsu. Akupun sibuk membelai
rambut kedua remaja ini, yang sedang memuaskan nafsu birahi mereka.
“Ayo, goyang yang keras Pak..”, Non Inge memberiku instruksi sambil menelentangkan tubuhnya di atas karpet ruang keluarga.
“Ayo penisnya taruh di sini Pak”, kata
Non Inge lagi. Akupun segera menaruh berlutut di atas dada Non-ku dan
menjepit penisku di antara dua bukit kembarnya. Segera aku maju
mundurkan pantatku, sambil tanganku mengapitkan buah dadanya.
“Oh, nikmat sekali..”.
Sementara Mei Ling sibuk mengelap
tubuhku yang basah karena keringat. Tak berapa lama kemudian, akupun tak
tahan lagi. Kuarahkan penisku ke dalam mulut Non Inge, dan dikulumnya
sambil meremas-remas buah pelirku.
“Ahh, Non, ahh”, jeritku dan air
manikupun menyembur ke dalam mulut mungil Non Inge. Akupun tidur
menggelepar kecapaian di atas karpet, sementara Non Inge dan Mei Ling
sibuk menjilati bersih batang kemaluanku.
Setelah itu kamipun sibuk berpakaian,
karena jam sudah menunjukkan pukul 15.00. Orang tua Inge termasuk orang
tua yang strict pada anaknya, sehingga bila dia pulang telat pasti kena
marah. Di mobil dalam perjalanan pulang, Inge memberiku uang Rp
100.000,-.
“Ambil Pak, buat uang rokok, Tapi janji
jangan bilang siapa-siapa tentang yang tadi ya”, katanya sambil
tersenyum. Akupun mengangguk senang.

Demikian kejadian ini terus berlanjut.
Hampir setiap pulang sekolah, Non Inge akan pura-pura belajar bersama
temannya. Tetapi yang terjadi adalah dia menyuruhku untuk memuaskan
nafsu birahinya dan juga teman-temannya, Mei-Ling, Linda, Nini,dll.
Tapi akupun senang karena selain
mendapat penghasilan tambahan dari Non Inge, akupun dapat menikmati
tubuh remaja mereka yang putih mulus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar